Translate

Sabtu, 28 Mei 2016

Democratic Governance in Latin America




Sumber : Georges A. Fauriol. 2013 ‘The Political Returns of Democratic                   Governance’. Journal of International Republican Institute, hlm. 1-16.

Review ini akan membahas jurnal yang ditulis oleh Georges A. Fauriol pada tahun 2013 yang berjudul The Political Returns of Democratic Governance melalui jurnal yang dihimpun oleh Journal of International Republican Institute, kembalinya pemerintahan politik demokrasi di Amerika Latin

Rangkuman.

Tulisan Georges A. Fauriol ini membahas bagaimana peranan demokrasi dalam menciptakan tata kelola, hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dengan beragam contoh kasus yang pernah terjadi mapun yang tengah berlangsung di wilayah Amerika Latin. Kita bisa memahami bersama apa yang menjadi maksud dari Magna Charta yang muncul pada tahun 1215 dan 1225. Dari fenomena ini adalah bagaimana membatasi kekuasaan yang absolut dengan memperhatikan hak-hak dari berbagai individu serta menghormati kemerdekaan dan kebebasan dari setiap individu maupun kelompok yang ada[1]

Lima abad kemudian, respon Amerika lahir dalam proses politik yang menggarisbawahi gagasan revolusi melawan kekuasaan negara - dalam hal ini, kemerdekaan dari Kerajaan Inggris. Namun konsepsi yang telah dimaknai ini kemudian mengalami kemunduran di abad-21 yang diakhiri dengan kurangnya fokus yang signifikan dari masyarakat terhadap pemerintah perihal interaksi yang efektif dan efesien. Mengutip seorang birokrat Tiongkok yang menunjukkan bahwa “kita berada dalam transisi dari negara besar menuju negara kecil dan dari masyarakat kecil menuju masyarakat luas”[2]

Konteks  pemerintahan kontemporer juga mengasumsikan adanya hubungan kelembagaan yang memungkinkan bagi warga negara dan pemerintah untuk berdialog mengenai prioritas tertentu. Dalam artian pengalaman  pemerintahan di Amerika Latin yang baik tidak menjamin demokrasi. Meskipun pemerintah merupakan komponen penting dalam demokrasi. Sebaliknya, realitas pemerintahan yang demokratis dapat diterjemahkan ke dalam hal-hal yang justru inefisiensi atau lebih buruk. 

Brazil dan Chile adalah salah satu contoh negara yang cukup kontras terhadap transisi demokrasi. Jika Chile sejauh ini memiliki rekor terbaik, yang berikutnya adalah Kosta Rika, Uruguay dan Panama meskipun ada beberapa halangan pada transisi menuju demokrasi. Definisi dari sistem pemerintahan demokrasi adalah di mana warga negara atau masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang transparan. 

Menurut penelitian Mainwaring dan Scully menyebutkan "Pemerintahan yang demokratis mengacu pada kapasitas pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang menegakkan hak dan kesejahteraan warga negara ataupun masyarakat"[3]. Yang menjadi tolak ukur dari beberapa penelitian dalam proses demokrasi adalah Level of democratic practice, Rule of law, Crime/security (of community and of the individual citizen), Economic growth/jobs (unemployment), Education, Poverty, Corruption[4].

Pembanding dan Analisis

Demokrasi di abad 21 ini pun sering mernjadi trending topic di forum-forum penting. Sejak tahun 1980-an, 33 rezim militer telah digantikan oleh pemerintahan sipil, sementara 140 negara dari hampir 200 negara sekarang sudah melakukan pemilihan umum multipartai[5]Hampir semua negara telah mengklaim bahwa mereka bagian dari demokrasi. Hanya beberapa negara seperti Korea Utara dan Kuba yang masih mempertahankan dirinya bagian dari Sosialis maupun Komunis. 

Namun proses demokratisasi di beberapa negara di Amerika Latin kurang berjalan mulus. Jika di tarik secara historis sudah selayaknya Amerika Serikat yang banyak menebarkan pengaruh soft power­­. Menurut Conway W. Henderson yang di maksud  soft power is capasity to persuade another actors to do something through influenze. Dimensi soft power yang dimaksud Conway W. Henderson beberapa diantaranya adalah ideology and culture, dalam hal ini pengaruh yang di pahami adalah terkait globalisasi demokrasi sebagai salah satu basis filosofis (ideology) Amerika Serikat. 

Tentu demokrasi ini tidak pernah menegasikan kapitalisme sebagai partner ideologi di Amerika Serikat, karena kedua ideologi dan tradisi inilah yang selalu bersandingan sekaligus beriringan dalam memengaruhi Amerika Serikat sejak pembentukannya. Kedua paham ini memiliki asal-usul yang sama, maka Kapitalisme dan Demokrasi menganut nilai-nilai yang sama pula, antara lain yang terutama ialah komitmen terhadap kebebasan dan individualisme, pemerintah yang kekuasaannya terbatas, persamaan perlakuan di mata hukum, dan cara-cara pengambilan keputusan secara rasional- berbeda dengan cara-cara feodal atau yang semata-mata tradisional[6]

Berangkat dari kesamaan di antara keduanya kapitalisme modern dengan keuntungan pribadi yang di peroleh semakin tak terbendung, cenderung menciptakan ketimpangan dalam sumber daya sosial dan ekonomi yang sangat besar menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap persamaan politik yang akan menciderai proses demokrasi[7].   Tanpa bisa dipungkiri bahwa modernisasi dan kesejahteraan sebagai faktor pendukung bagi kondusifnya demokratisasi, seperti tingkat baca, tulis dan pendidikan, pembangunan media massa. Walaupun beberpa faktor ini bukan sebagai jawaban dari kekondusifan demokrasi, tetapi juga ada hal lain yang harus betul-betul diperhatikan seperti budaya politik, komitmen elite dan lain sebagainya[8]

Hal tersebutlah yang kemudian dapat menghasilkan efektivitas serta efesiensi dalam proses demokratisasi dalam suatu negara. Memang benar bahwa menghasilkan pemerintahan demokrasi cukup sulit dan membutuhkan usaha yang sustainable agar mencapai hasil yang maksimal. Maka transisi yang tidak berjalan sempurna dapat membuahkan pola demokrasi yang rentan (uncosolidated democracy)

Kesimpulan
            
Hingga akhirnya kesimpulan yang menguatkan perlunya memahami sebab-akibat bagaimana lemahnya demokrasi di suatu negara terlebih dalam wilayah Amerika Latin. Kapitalisme dengan prinsipnya laissez-faire telah gagal dalam menciptakan kemakmuran yang merata dan berimbas pada prinsip demokrasi yang egaliter, tentu hal ini merupakan sumbangsih yang cukup besar. 

David Held[9] mengemukakan bahwa ketika anggota masyarakat menderita kekurangan gizi kronis dan sakit-sakitan, partisipasi dalam persoalan-persoalan umum menjadi sulit dipertahankan atau ketika penyakit merajalela, harapan atas demokrasi sejati dalam masyarakat adalah suatu sikap naif. Martin Lipset[10] menambahkan bahwa semakin kaya suatu bangsa, maka semakin besar peluang negara tersebut untuk melangsungkan demokrasi.
           

Daftar Pusaka
Budi Winarso, 200 s8. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Dennis M. Rosseau and Andrea Rivero, 2003. “Democracy, A Way of Organizing Knowledge Economy”, Journal of Management Inquiry, Vol. 12. No. 2 June 2003., hal. 115.
Georges A. Fauriol. 2013 ‘The Political Returns of Democratic Governance’. Journal of International Republican Institute, hlm. 1.
Georg Sorensen, 2003. Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah. Yogyakarta: CSS dan Pustaka Pelajar , hlm. 13.
Herbert Mc Closky & John  Zaller. 1984. The American Ethos: Public Attitudes toward Capitalism and Democracy. Massachusetts, USA: Harvard University Press.
Seymor Martin Lipset, 1959. “Some Social Requisites of Democracy: Ekonomic Devlopment and Political Legitimacy “, American Political Science Review 53 (1959):75.




[1] Georges A. Fauriol. 2013 ‘The Political Returns of Democratic Governance’. Journal of International Republican Institute, hlm. 1
[2] Ibid. hlm. 3.
[3] Ibid. hlm. 6
[4] Ibid. hlm. 9
[5] Dennis M. Rosseau and Andrea Rivero. 2003. “Democracy, A Way of Organizing Knowledge Economy”, Journal of Management Inquiry, Vol. 12. No. 2 June 2003., hal. 115.
[6] Herbert Mc Closky & John  Zaller. 1984. The American Ethos: Public Attitudes toward Capitalism and Democracy. Massachusetts, USA: Harvard University Press.
[7] Georg Sorensen. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah. Yogyakarta: CSS dan Pustaka Pelajar, hlm. 13
[8] Budi Winarso, 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
[9] Sorensen. Op. cit, hlm. 16.
[10] Seymor Martin Lipset. 1959. “Some Social Requisites of Democracy: Ekonomic Devlopment and Political Legitimacy”,  American Political Science Review 53 (1959):75.

1 komentar: