Tulisan ini adalah sebuah timpalan
atas tulisan saudara kami kakanda Ibnu Arsib asal Cabang Medan yang di publis
melalui blog pribadi yang berjudul “Secangkir Kopi Tentang Komunisme” dan "Jangan Menjadi Kader Semangka". Ada beberapa
ulasan yang hendak digaris bawahi pada konten tulisan tersebut.
Harus diakui bahwa HMI dan
Komunisme di Indonesia mengalami kenyataan sejarah yang cukup pelik nan pahit. Dua poros
gerakan dan pemikiran ini pernah mengalami rivalitas yang cukup sengit hingga
berdampak gugatan terhadap pembubaran HMI dan Komunisme di Indonesian satu sama
lain. Bagi saya kondisi itu adalah tidak lain karena dilatarbelakangi oleh
pergulatan ideologi global, Komunisme vis a vis Liberalisme yang sampai di
tanah air, sehingga pertikaian HMI, lebih-lebih umat Islam dan Komunsime Indonesia
dipaksa oleh keadaan dunia yang tengah bergejolak.
Menilik melalui materialisme
dialektika historis menjadi penting untuk menerjemahkan sejarah
Indonesia, termasuk HMI yang turut serta ambil bagian dalam perjalanan sejarah
Indonesia kita. Untuk menarik benang kusut sejarah dan menemukan titik temu
yang selama ini telah buyar. Menyoal Komunisme dan Islam memang bukan hal sepadan
yang bisa dibandingkan begitu saja, barang tentu itu adalah sebuah kecacatan dalam
kaidah-kaidah ilmu mantiq atau logika. Islam adalah sebuah wahyu yang lahir
atas otoritas Tuhan sedangkan Komunisme adalah buah dari perjalanan nalar
manusia.
Komunisme dan anti agama menjadi jargon ulung bagi elit-elit tertentu yang hendak menyetir Indonesia ke kanan (red: istilah Liberalisme). Di samping itu, tuduhan atas anti agama saya menilai, penilaian ini sangat tidak komprehensif. Misalnya mengambil secuil adagium yang dipenggal seperti “agama itu candu”, adalah sebuah hal yang keliru, lagi-lagi tinjauan materialisme dialektika historis juga penting untuk meninjau bagaimana diksi-diksi itu hadir dalam benak pemikir-pemikir kiri.
Tidak dimungkiri Feuerbach
misalnya, memang sangat getol mengkritik
filosof agamawan skolatisisme semacam Thomas Aquinas dan tokoh idealisme
lainnya yang membenarkan berbagai eksploitasi yang dilakukan manusia atas manusia
lainnya menggunakan perangkat-perangkat agama, hal tersebut dapat dikatakan
mendukung akan keberadaan Kapitalisme di Eropa. Saya yakin para pemeluk agama
lain juga cenderung akan melakukan hal yang sama, pada agamawan yang memobilisasi
masa untuk kepentingan individu semacam itu.
Membuka peta sejarah negara-bangsa dunia akan menemukan titik temu Islam dan ideologi kiri, misalnya saja negara-negara Timur Tengah, Afrika Utara, dan Timur jauh yang memiliki penduduk mayoritas muslim sempat terilhami idelogi-ideologi kiri. Di Afrika Utara Mungkin kita akan teringat pada Gamal Abdel Nasser, seorang Presiden Mesir yang berhaluan Sosialisme dan juga mengidolakan Soekarno karena gagasan-gagasan revolusioner yang sangat luar biasa. Di Timur Tengah, Palestina sampai detik ini memiliki partai politik yang berhaluan Komunisme meski tengah dilanda prahara antara one state solution dan two state solution. Di Timur jauh, Indonesia, ada 8 program didirikannya ISDV, cikal bakal PKI 1914, tertulis salah satu misinya adalah “Mempersatukan rakyat, buruh tani dan segala bangsa dan agama atas dasar perjuangan kelas”. Kurang lebih begitu.
Konfigurasi Komunisme dengan
di luar Islam juga banyak yang bisa kita jumpai, semisal Munzer, seorang
pendeta revolusioner yang menyingkir dari Martin Luther yang mendukung raja
Jerman dalam memerangi petani. Sampai-sampai Munzer menuai pujian oleh Engels sempat dituliskan bahwa “Doktrin politik Munzer selaras dengan konsep
keberagamaannya, sebagaimana doktrin teologi dan politik terlalu maju untuk
ukuran kondisi sosial kala itu, dan cenderung lebih dekat dan lebih modern
dibandingkan Komunisme”. Kemudian, ada Raif Khoury yang merupakan seorang
Kristen pengikut Marx yang berasal dari Libanon, yang juga sama-sama memiliki kelindan antara agama
dan ideologi kiri.
Secara tinjauan filosofis menurut
Fayyadl, Islam dengan gerakan kiri seperti Komunisme ataupun Sosialisme memang
tidak konvergen dan tidak divergen secara total. Kendati demikian, secara
aksiologis ada beberapa titik temu bahwa Islam dan ideologi kiri lainnya
sama-sama mengutuk keras dan terus melakukan perlawan terhadap sistem
Kapitalisme yang eksploitatif, menindas dan tidak manusiawi.
Pada tulisan kakanda saya
justru tidak melihat koherensi dan konsistensi narasi yang disampaikan. Satu
sisi kakanda membenarkan secara eksplisit bahwa spirit Islam dan Komunisme
memiliki semangat pembebasan yang sama, namun di sisi yang lain melakukan
penolakan secara keseluruhan. yaitu meniadakan kesamaan pada level aksiolgis
dari keduanya.
Seyogianya kita harus
meneladani sikap Cak Nur sebagai bapak Ideologis HMI, yang menempuh perjalanan
hidupnya melalui komitmen literasi yang tidak phobia, tendensius apalagi
serampangan terhadap apapun yang belum datang atau sampai kepada kita. Bukan hanya
itu saja, saking luwesnya pemikiran
Cak Nur, Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI tak luput dari pengaruh Willy Eicher,
seorang ideolog Partai Sosial Demokrat Jerman melalui karyanya The Fundamental Values and Basic Demand of Democratic
Socialism atau Perjuangan Kita-nya Sjahrir yang mengutip Mein Kampf dari seorang
Hitler.
Cak Nur selalu berpesan
bahwa sepantasnya kita terus mengambil “Kebenaran” dari manapun datangnya. Engineer
pernah mengklaim bahwa sebelum Karl Max dan filosof kiri lainnya membicarakan
soal struktur kelas, Nabi Muhammad telah mempraktikkan kemuka untuk melawan
para Kapitalisme pada zamannya. Tapi setidaknya, hari ini kita harus berterimakasih
kepada para filosof kiri dengan adanya mereka kita lebih banyak mengenal keilmiahan
Kapitalisme berikut cara kerjanya.
Maka saya mengajak kakanda, sepatutnya kita tidak lagi risau terhadap kanan hijau-kiri merah atau
semangka yang memiliki kulit hijau-isi merah dan menjadikannya virus mematikan
bagi banyak orang, terlebih bagi kader HMI. Mengapa HMI justru membahas hal yang
remeh-temeh dan mendangkalkan? Sudah waktunya HMI, terlebih umat Islam dan ideologi pembebasan lainnya, ngopi di meja perjuangan secara berjamaah. Sembari menyiapkan perkakas untuk melawan Kapitalisme yang lambat-laun akan memporak-porandakan dunia dan seisinya.











