Translate

Senin, 09 Oktober 2017

Politik Bebas Aktif Republik Indonesia

Hasil gambar untuk war cartoon images
Kita harus memahami secara benar politik bebas aktif Republik Indonesia. Politik bebas aktif tentu memiliki landasan filosofis dan prinsip yang direfleksikan melalui nilai-nilai ideologi Indonesia serta turunannya. Interaksi Indonesia dalam dinamika internasional baik bilateral ataupun multilateral sangat dipengaruhi oleh politik luar negeri sebagai instrumen dan cerminan dari sebuah negara. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, masyarakat kita selalu mempertanyakan keikusertaan dan partisipasi Indonesia dalam  perdamian dunia. Seperti di negara-negara yang tengah berkonflik di Timur Tengah diantaranya Suriah, Iraq, Palestina dan sebagainya. Terutama pasca negara-negara Islam tetangga seperti Brunei Darussalam, Malaysia dan lain lain menyepakati untuk bergabung bersama koalisi Arab Saudi dalam konflik Suriah.

Tulisan ini hanya mengulas secara spesifik terkait konflik di Suriah. Konflik Suriah hasil Analisa Jurnal CSIS (Center for Strategic and International Studies) pada tahun 2013 ternyata sangat kompleks. Tidak semudah dan ringan seperti yang dikira. Namun tidak bergabungnya Indonesia dalam Koalisi Arab Saudi bukan berarti Indonesia tidak pro terhadap kemanusiaan dan perdamaian. Secara fakta Indonesia sampai hari ini masih terus mengirim Pasukan Garuda bersama United Nation untuk berpartisipasi dalam peacebuilding dan peacekeeping sejak 1957 hingga sekarang. Bahkan sejak tahun 2013 pemerintah mencanangkan visi untuk meningkatkan kontribusi pasukan perdamaian hingga 4000 pasukan, yang diharapkan akan menempatkan Indonesia pada posisi 10 besar kontributor pasukan bagi misi perdamian dunia (CSIS, 2015:402). Terkhusus di wilayah Afrika Utara dan Timur Tengah yang juga rawan konflik.

Melihat perekonomian di Indonesia yang belum stabil karena pertumbuhan ekonomi hanya berkisah 5%, maka  Indonesia belum siap bergerak secara masif dan leluasa untuk konflik yang sangat aktif. Untuk itu, Indonesia memang harus berhati-hati dalam menetapkan orientasi politik luar negeri agar tidak terperangkap dalam ranah konflik yang sulit dan berdampak pada stabilitas domestik.

Konflik Suriah dalam kaca mata hubungan internasional memiliki  peta yang sangat kompleks. Persoalan pertama, rezim yang dipimpin oleh Basar Al Assad diklaim sangat otoriter oleh negara-negara Barat yang terus mempertahankan status quonya, dengan bantuan Rusia yang bermotif ekonomi politik. Adapun Iran dan Iraq yang bermotif ekonomi politik dan kedekatan secara sektarian Syiah. Persoalan kedua, rakyat Suriah yang menjadi oposisi ingin menggulingkan rezim yang berkuasa dengan dallih, sudah tidak lagi mampu memimpin Suriah ke arah yang lebih baik dan menginginkan demokratisasi di Suriah. Dinamika tersebut didukung penuh oleh Amerika Serikat. Motif Amerika Serikat di Suriah tentu tidak lain adalah ideologi Demokrasi dan ekonomi politik.

Sedangkan koalisi Arab Saudi juga memiliki motif ekonomi politik dan menjadikan sektarian Sunny sebagai isu sentral. Hadirnya pemain ketiga di Suriah yaitu ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) yang makin merumitkan peta konflik yang ada. Dimana ISIS berseberangan dengan rezim dan rakyat Suriah karena ingin mendirikan negara Islam dengan tidak mengakui konsep nation-states.

Konflik yang terjadi di Suriah dengan melibatkan negara-negara besar tidak mampu mendudukkan perkara dan menghasilkan resolusi damai bagi Suriah. Suriah sebenarnya merupakan bagian dari proxy war dari negara industri maju seperti Amerika Serikat vis a vis Rusia sebagai polarasi politik global peninggalan perang dingin. Menginat pasca perang dingin, Rusia sudah tidak lagi bermain di luar Eropa. Namun kini, melibatkan diri hingga luar batas regional ke Timur Tengah. Kali ini Suriah menjadi sasaran panggung unjuk gigi kekuatan militer dan kepentingan ekonomi politik dari negara-negara besar Amerika Serikat dan Rusia.

Mungkin Rusia ingin menguji kompetensi diri dan menunjukan bahwa Rusia masih layak menjadi rival Amerika Serikat yang patut diperhitungkan. Di sisi lain duo king Timur Tengah, Iran dan Arab Saudi terus berlomba-lomba untuk menjadi satu satunya poros kekuatan di Timur Tengah, ditambah dengan isu sektarian diantara keduanya yang kerap kali menjadi pemicu dalam eskalasi konflik. Menghimpun afiliasi di Suriah sama saja mendatangkan semua negera untuk mencapuri urusan dalam negeri Suriah dengan case yang hampir sama, seperti perang regional Eropa sebelum menjadi Perang Dunia dengan menyeret negara negara lain terlibat dalam konflik Eropa.

Resolusi damai bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, rekonsiliasi pemerintah dan rakyat untuk bangkit dari keterpurukan Suriah. Kedua, negara besar yang bertarung untuk berhenti mendukung afiliasinya karena ini persoalan dalam negeri serta mengantisipasi ekaslasi dan penyebaran konflik yang lebih besar menjadi perang regional bahkan Perang Dunia III. Ketiga, national interest dari masing negara-negara harus lebih arif dalam pemenuhannya dengan tidak menggadaikan prinsip kemanusiaan dan moral. Keempat, semua sektor afiliasi bersatu melawan ISIS sebagai tindakan teror yang nyata.

Bukan jaminan bahwasan keterlibatan Indonesia dalam koalisi Arab Saudi akan menyelesaikan persoalan. Juga tidak ada jaminan kunjungan Indonesia di Taheran beberapa hari yang lalu mendukung koalisi Iran. Karena hari ini Indonesia hidup dalam dunia internasional, diharuskan menjaga hubungan baik dengan masyarakat internasional guna memenuhi kebutuhan nasionalnya.

Dengan basis prinsip dan filosofis bebas aktif politik luar negeri Republik Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Dimana mampu menentukan arah negaranya secara mandiri tanpa perlu intervensi pihak lain. Harapan saya adalah tidak bergabungnya Indonesia di afiliasi dan sekutu mana pun tidak menghentikan Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sesuai amanat UUD 1945. Konflik Suriah tidak akan selesai jika hasrat pemenuhan kebutuhan dari masing masing negara yang terlibat di Suriah dilakukan dengan cara yang membabi-buta. 

0 komentar:

Posting Komentar