Manusia
memang bukan penghuni baru di dunia ini. Cerita dan wujudnya sudah menjadi
kisah klasik sedari masa Adam dan Hawa, inilah cikal bakal nenek moyang
manusia. Apa yang membuat langgeng akan keberadaannya? Asumsi saya meyakini
bahwa ia bertahan karena satu kata tapi sejuta makna, yakni cinta. Kisah Adam
dan Hawa adalah sebuah simbol bahwa bahwa Tuhan yang Maha Mencintai memberikan
karunia cintaNya kepada Adam dan Hawa. Mungkin kita sebagai manusia di abad ini
harus mengucapkan rasa syukur atas Tuhan karena telah melekatkan cinta kepada
Adam dan Hawa, serta berterimakasih kepada mereka, karena menjalin dan merawat
cinta kasihNya hingga banyak menghasilkan
generasi manusia milenial.
Cinta
memang menjadi mala rindu bagi semua umat manusia. Ia merupakat sifat, prinsip
dan rasa yang sulit diterjemahkan oleh nalar sehat, karena memang bukan
terletak pada domian akal namun manifestasi hati. Hati semacam ruang privat
yang sulit diterka siapa dan apa yang ada di dalamnya, sangat misterius. Tidak ada
yang tahu persis akan kandungannya. Hati memang unik, memiliki kelebihan dari
sekedar insting belaka. Ia sanggup meyakini apa yang tidak nampak dan mencerna
apa yang tidak mampu dicerna oleh akal. Fantastis bukan? Wajar jika firman Tuhan sering berkata “Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau
dustakan” ini semacam pengingat bahwa jangan sesekali kita kufur terhadap
salah satu nikmat Tuhan yang Dia lekatkan kepada Bani Adam. Sewaktu-waktu
mungkin kita boleh berimajinasi apa jadinya jika hati yang Tuhan karuniakan
tanpa sebuah frasa cinta kasih? Boleh jadi, kita tidak akan pernah mendengar
romansa seperti Laila Majnun, Zainuddin Hayati dan Romeo Juliet.
Hati
tentu semacam wadah yang menampung segala cinta, ia memiliki bilik-bilik yang
tidak saling bersinggungan antara satu sama lain. Ada porsi yang kesemuanya
harus terisi. Strukturnya halus nan lembut, sehalus dan selembut sutra. Ia selalu
menjadi peneduh kala nafsu kian menggebu dan tempat mengadu kala akal kian
menggerutu, tidak hanya itu, hati adalah tempat pertemuan semua hal yang
berbeda. Tanpa mengenal usia, ruang dan waktu. Tidak ada habisnya membahas
anugerah yang sangat istimewa.
Selain
cinta yang menjadi menjadi manifestasi hati, mungkin ada duka yang selalu
mengiringi. Seperti keberadaan gula dan garam, selalu ada sisi manis dan pahit.
Naskah Tuhan seakan ingin memberi tahu ada keindahan dari setiap wujud yang
berpasangan. Kita seakan bertenaga sekaligus binasa karena kehadiran cinta,
seolah mirip seperti tenaga nuklir yang bisa menguatkan apa dan siapa saja,
tapi juga bisa membinasakan kapan saja. Bukan hal tidak mungkin duka lahir
karena cinta dan cinta lahir karena duka. Mungkin ada benarnya apa yang pernah
dikatakan salah seorang pewarta wahyu Tuhan, Muhammad bin Abdullah “Cintailah orang yang kau cintai biasa-biasa
saja, boleh jadi orang yang kau cintai akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah
orang yang kau benci biasa-biasa saja, boleh jadi orang yang kau benci akan
menjadi orang yang kau cintai”. Semoga kita tidak termasuk dari apa yang
dimaksud.
Siapapun
dia boleh jadi keluarga, pasangan dan sesama yang kita cintai semoga namanya
abadi dan Tuhan jadikan sebagai titik takdir kebersamaan yang senantiasa menemani
kita ketika gundah gulana dan gembira ria dalam mengarungi komplikasi hidup. Ada
pun orang yang kita benci semoga Tuhan balikkan hati kita untuk terus mencintai
tanpa pernah menebar benci. Karena kebencian tidak akan pernah mengungguli
kebesaran cinta dan cinta tidak akan membiarkan kebencian mejamur dan subur
dibelahan dunia. Melawan kebencian sama halnya dengan menebarkan banyak cinta. Sejatinya memang manusia diciptakan bukan
untuk saling memberi sapaan kebencian melainkan dengan sapaan kelembutan cinta.
Kalau Tuhan yang Maha Mencintai, mungkinkah kita makhluk yang penuh dengan
kenisbian masih kukuh pendirian atas kebencian?
Kita
bukan manusia yang mendayu-dayu tapi memang begini adanya. Ia punya daya
magnetis yang menarik siapa saja untuk masuk dalam jeratan cinta yang membius. Terkadang
menjadi merana secara tiba-tiba dan tak jarang pula disambut penuh dengan rasa
suka cita. Apalagi yang pas untuk mendeskripsikan abstraksi cinta kalau bukan serba-serbi
kemungkinan? Sisi lain kita beruntung dan sisi lain mengalami kebuntungan
(merugi). Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk menemukan dan menembus
cinta paripurna selain usaha dan menyerahkan semua pada putusan yang Maha
Sempurna. Apa yang kita lakukan adalah kemungkinan yang selalu disemogakan. Berharap
Tuhan menempatkan orang orang yang pas dalam bilik bilik hati kita, ketika hati
sudah lagi tak sanggup membaca biarkan Tuhan menuntun, karena Dia adalah
sebaik-baiknya penuntun.











