Translate

Kamis, 04 Mei 2017

Imajinasi dan Frasa Cinta


Manusia memang bukan penghuni baru di dunia ini. Cerita dan wujudnya sudah menjadi kisah klasik sedari masa Adam dan Hawa, inilah cikal bakal nenek moyang manusia. Apa yang membuat langgeng akan keberadaannya? Asumsi saya meyakini bahwa ia bertahan karena satu kata tapi sejuta makna, yakni cinta. Kisah Adam dan Hawa adalah sebuah simbol bahwa bahwa Tuhan yang Maha Mencintai memberikan karunia cintaNya kepada Adam dan Hawa. Mungkin kita sebagai manusia di abad ini harus mengucapkan rasa syukur atas Tuhan karena telah melekatkan cinta kepada Adam dan Hawa, serta berterimakasih kepada mereka, karena menjalin dan merawat cinta kasihNya hingga banyak menghasilkan generasi manusia milenial.

Cinta memang menjadi mala rindu bagi semua umat manusia. Ia merupakat sifat, prinsip dan rasa yang sulit diterjemahkan oleh nalar sehat, karena memang bukan terletak pada domian akal namun manifestasi hati. Hati semacam ruang privat yang sulit diterka siapa dan apa yang ada di dalamnya, sangat misterius. Tidak ada yang tahu persis akan kandungannya. Hati memang unik, memiliki kelebihan dari sekedar insting belaka. Ia sanggup meyakini apa yang tidak nampak dan mencerna apa yang tidak mampu dicerna oleh akal. Fantastis bukan?  Wajar jika firman Tuhan sering berkata “Maka nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan” ini semacam pengingat bahwa jangan sesekali kita kufur terhadap salah satu nikmat Tuhan yang Dia lekatkan kepada Bani Adam. Sewaktu-waktu mungkin kita boleh berimajinasi apa jadinya jika hati yang Tuhan karuniakan tanpa sebuah frasa cinta kasih? Boleh jadi, kita tidak akan pernah mendengar romansa seperti Laila Majnun, Zainuddin Hayati dan Romeo Juliet.

Hati tentu semacam wadah yang menampung segala cinta, ia memiliki bilik-bilik yang tidak saling bersinggungan antara satu sama lain. Ada porsi yang kesemuanya harus terisi. Strukturnya halus nan lembut, sehalus dan selembut sutra. Ia selalu menjadi peneduh kala nafsu kian menggebu dan tempat mengadu kala akal kian menggerutu, tidak hanya itu, hati adalah tempat pertemuan semua hal yang berbeda. Tanpa mengenal usia, ruang dan waktu. Tidak ada habisnya membahas anugerah yang sangat istimewa.

Selain cinta yang menjadi menjadi manifestasi hati, mungkin ada duka yang selalu mengiringi. Seperti keberadaan gula dan garam, selalu ada sisi manis dan pahit. Naskah Tuhan seakan ingin memberi tahu ada keindahan dari setiap wujud yang berpasangan. Kita seakan bertenaga sekaligus binasa karena kehadiran cinta, seolah mirip seperti tenaga nuklir yang bisa menguatkan apa dan siapa saja, tapi juga bisa membinasakan kapan saja. Bukan hal tidak mungkin duka lahir karena cinta dan cinta lahir karena duka. Mungkin ada benarnya apa yang pernah dikatakan salah seorang pewarta wahyu Tuhan, Muhammad bin Abdullah “Cintailah orang yang kau cintai biasa-biasa saja, boleh jadi orang yang kau cintai akan menjadi orang yang kau benci. Bencilah orang yang kau benci biasa-biasa saja, boleh jadi orang yang kau benci akan menjadi orang yang kau cintai”. Semoga kita tidak termasuk dari apa yang dimaksud.

Siapapun dia boleh jadi keluarga, pasangan dan sesama yang kita cintai semoga namanya abadi dan Tuhan jadikan sebagai titik takdir kebersamaan yang senantiasa menemani kita ketika gundah gulana dan gembira ria dalam mengarungi komplikasi hidup. Ada pun orang yang kita benci semoga Tuhan balikkan hati kita untuk terus mencintai tanpa pernah menebar benci. Karena kebencian tidak akan pernah mengungguli kebesaran cinta dan cinta tidak akan membiarkan kebencian mejamur dan subur dibelahan dunia. Melawan kebencian sama halnya dengan menebarkan banyak cinta.  Sejatinya memang manusia diciptakan bukan untuk saling memberi sapaan kebencian melainkan dengan sapaan kelembutan cinta. Kalau Tuhan yang Maha Mencintai, mungkinkah kita makhluk yang penuh dengan kenisbian masih kukuh pendirian atas kebencian?

Kita bukan manusia yang mendayu-dayu tapi memang begini adanya. Ia punya daya magnetis yang menarik siapa saja untuk masuk dalam jeratan cinta yang membius. Terkadang menjadi merana secara tiba-tiba dan tak jarang pula disambut penuh dengan rasa suka cita. Apalagi yang pas untuk mendeskripsikan abstraksi cinta kalau bukan serba-serbi kemungkinan? Sisi lain kita beruntung dan sisi lain mengalami kebuntungan (merugi). Tidak banyak yang bisa kita lakukan untuk menemukan dan menembus cinta paripurna selain usaha dan menyerahkan semua pada putusan yang Maha Sempurna. Apa yang kita lakukan adalah kemungkinan yang selalu disemogakan. Berharap Tuhan menempatkan orang orang yang pas dalam bilik bilik hati kita, ketika hati sudah lagi tak sanggup membaca biarkan Tuhan menuntun, karena Dia adalah sebaik-baiknya penuntun.


0 komentar:

Posting Komentar