Translate

Minggu, 13 Januari 2019

Suka Cita Menggali Lubangnya Sendiri

Binar mata perempuan itu kerap memancarkan purnama terang di gulita malam. Mengikis sepi pada atma yang sayu. 

Baris surainya mengurai beringin di samarnya malam. Mencuri gundah pada isi kepala yang mudah kalap.

Kulit tajamnya mengetuk dinding di sebamnya malam. Merampas sedu-sedan perasaan yang tawar. 

Suaranya lunak gigi dari lidah menyelinap di sela malam. Mengebiri ramai pada sarira yang gusar gulana.

Kalbunya menyengat setiap organ dan rongga di lengang malam. Racunnya menjalar ke sendi-sendi dan jaringan sel tubuh yang lasuh terkulai.

Sekonyong-konyong lipatan bibir kemayunya melumat harapan di muram malam. Bibir kemayu tak seelok bagian lain. 

Lipatan bibir itu andal meluapkan aksara dan bait kejujuran tanpa basa basi suka cita. Tapi juga mengoyak selarik harapan hari tua yang ditulis sejak perasaan mulai kembali membaca. 
Suka cita menggali lubangnya sendiri. 

Terbenam karena harapan dan karam sebab luka sayatan. Dibiarkan menganga tanpa pernah ditambal sulam. Izrail bukan sedang mencabut nyawa melainkan benih suka cita sampai ke ubun-ubun.

Hidup tak memberi kehidupan dan mati tak menerima kematian. Meninggalkan seonggok daging serta tulang-belulang tanpa sehelai pun suka cita, jasadnya kering. Itu yang dinamai mati suri. Azab yang amat pedih. 

Perempuan acap begitu, suka cita kita dilahap sehabis-habisnya menyisakan nisan dan liang kubur. Sejak itu aku ingat Tuhan dan kematian. 

0 komentar:

Posting Komentar