Translate

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 28 November 2015

HMI Harus Kembali Pada Khittahnya


     Sejak berdirinya 14 Rabiul awal 1366 H yang juga bertepatan pada tanggal 5 februari 1947, Wadah yang disebut sebagai kawah candradimuka yang bernamakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Lafran pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein dan 12 orang lainnya menjadi saksi bisu pencetus dan pemrakarsa sehimpun secita yang dikatakan menjadi organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia bahkan dikatakan juga salah satunya organisasi mahasiswa terbesar di Asia Tenggara yang memiliki kurang lebih 400.000-an kader yang menyebar kesuluruh pelosok negeri. Hal yang sangat mendasar dan objektif tentunya kondisi ruang dan waktu jualah yang mempengaruhi sosok founding fathers HMI untuk melahirkan organisasi ini. Dua tahun pasca kemerdekaan paling tidak tuntutan kondisi ruang dan waktu inilah yang menjadi awal mula pergolakan pemikiran para pendirinya


  1.  Adanya kebutuhan penghayatan keagamaan dikalangan mahasiswa Islam yang sedang menuntut ilmu diperguruan tinggi, yang selama itu belum mereka nikmati sebagaimana mestinya. Karena pada umumnya mahasiswa-mahasiswa belum mafhum dan kurang mengamalkan  ajaran agamanya sebagai akibat dari sistem  pendidikan  dan kondisi masyarakat kala itu.
  2. Tuntutan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang  ingin melepaskan diri dari colonialism
  3. .Adanya Sekolah Tinggi Islam (STI), sebagai ajang dan basis yang dijadikan wahana mewujudkan cita-cita untuk mengubah kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam.
     
     Kemudian HMI telah menggariskan suatu nilai perjuangan pemikiran yaitu ikut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia, serta mengembangkan ajaran Islam. Karena inilah hal-hal yang mendasar yang menjadikannya secara integral, barang tentu Kebangsaan, Kenegaraan (nasionalism) dan Keislaman (religiousm) sudah mendarah daging dalam setiap pergerakan, tindak tanduk dan kepeloporan (avant grade) HMI terhadap tingkat kompleksitas permasalahan Kebangsaan dan Keummatan. Perjalan panjang serta jam terbang yang kokoh yang dilalui HMI bukan perkara ringan untuk mempertahankan eksistensinya dalam dunia organisasi mahasiswa, organisasi kader dan organisasi perjuangan. Banyak tantangan dan problem yang dihadapi oleh HMI baik di lingkungan internal maupun eksternal di era modern ini. 
     
      Pada kongres di padang yang ke-16, Dr. Nucholish Madjid salah satu mantan Ketua Umum PB HMI, beliau mengatakan, tantangan yang dihadapi oleh HMI kini dan masa depan mampukah organisasi ini membawa kadernya dan para generasi muda untuk berpikir dan bekerja secara profesional. Karena akhir-akhir ini ada kesan HMI secara institusional terlalu kuat berorientasi dan mengarah kepada politik praktis, hingga melupakan studi profesional yang justru akan mampu menjawab persoalan bersama. 
              
     Bukankah ini merupakan salah satu yang bertentangan dan menyalahi tafsir tujuan HMI yang kita sebut dengan 5 kualitas insan cita salah satunya adalah insan akademis yang dituntut  sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya (disiplin ilmu). Organisasi ini berdiri dengan sikap yang objektif, dengan tuntutan ruang dan waktu dikala itu sehingga menghadirkan prinsip-prinsip independensi dalam dinamikanya baik secara etis maupun organisatoris. Ini juga yang merupakan salah satu kekuatan dan menjadi kepribadian bagi HMI, yang sejatinya membentuk kader-kader HMI yang merdeka, menunjung tinggi objektifitas, integritas dan inklusif yang tentu harus selalu disinergiskan terhadap Islam sebagai azas HMI. 
        
     Syakieb Mahmud berpesan bahwa organisasi ini (HMI) bukan hanya orang orang yang beragama Islam saja tetapi harus mencerminkan nilai-nilai Keislaman karena dasar motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Islam harus masuk kedalam setiap rongga qalbu kader HMI bukan sekedar hafal namun mafhum, menghayati dan menikmati setiap denyut-denyut keislaman, tentu Islam yang moderat dan modern. Sesuai kebutuhan dan kondisi zaman yang datang silih berganti. Yang diharapkan HMI mampu menghasilkan Ulama yang Intelektual dan Intelektual yang Ulama sebagai Khalifah fiil ardh guna melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
            
     Tugas-tugas kemanusiaan inilah yang sangat selaras terhadap semangat Keindonesiaan yang tetap melekat dalam setiap insani kader HMI. Yang selalu berpegang teguh kepada kebeneran- kebenaran Ilahiyah (Hanief) dan keberpihakannya kepada kaum-kaum lemah nan tertindas (Mustad’afin). Kader-kader HMI dituntut bukan saja reaktif terhadap persoalan-persoalan kenegaraan melainkan proaktif dan solutif dengan melihat ke dalam (inward-looking) dan melihat keluar (outward-looking) untuk senantiasa mengarahkan kader-kader HMI kepada solidarity maker dan problem solver dalam mewujudkan “Masyarakat Adil Makmur Yang Di Ridhai Allah S.W.T.” sesuai tujuan bersama HMI.

Kamis, 26 November 2015

Hujan Yang Tersyukurkan




Hujan adalah citra Tuhan, memiliki sifat yang lunak saat ia bergerak.
Datang mencairkan gersangnya amarah keganasan
Memekarkan hasrat dedaunan yang layu
Mengabulkan mimpi-mimpi para petani
Serta menumbuhkan rasa penasaran rakyat pesisir untuk melaut
Jujur Dia cemburu ketika tetes hujan tak membasahi ruang-ruang kegelisahan rasa

-Halisan Idris-


Rabu, 25 November 2015

Masyarakat Untuk Negeri

         Banyak ekspektasi yang ingin dicapai oleh negeri ini. Namun kompleksitas disetiap lini persoalan yang wajib kita tuntaskan bersama. Terutama hal yang paling fundamental dan krusial adalah masalah pendidikan. Menurut Prof. Mahmud Yunus yang dimaksud pendidikan adalah "Suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani, dan akhlak sehingga secara perlahan mengantarkan si terdidik kepada tujuan dan harapannya". 
            
         Pendidikan merupakan salah satu hak kita sebagai warga negara dan anak keturunan bangsa ini sesuai amanat Bab X A, Bab XIII Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahwa negara yang maju peradabannya melalui proses ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan salah satu landasan guna menciptakan peradaban suatu bangsa dan negeri. yang sebenernya ilmu pengetahuan ini bisa didapat melalui proses pembelajaran yang terlembagakan (formal) maupun proses pembelajaran yang belum terlembagakan (non formal). 

     Kita bisa melihat bagaimana karakteristik dari bangsa Jepang misalnya, namun bukankah jepang mengalami keterpurukan pasca kekalahannya dalam perang dunia II pada tahun 1945 ? tetapi sejak 1960-an perekonomian jepang melalui sektor industri mampu menyerbu pasar internasional dan segera mendominasi pasar dunia. 

  • Pertama, Salah satu kekuatan dan kelebihan dari kebangkitan Jepang adalah yang terdapat pada sumber manusianya yang berasal dari warisan sistem pendidikannya. Sejak zaman Shogunat Tokugawa (pertengahan abad ke-19). Bahkan jauh sebelum perang, Jepang telah menjadi salah satu negara dengan fasilitas dan sistem pendidikan yang terbaik didunia. 

  • Kedua, budaya Kigyosenshi yang merupakan faktor pendukung lainnya atas kesiapan bangsa Jepang untuk membangun kembali negerinya. Ruth Benedict menafsirkan Kigyosenshi sebagai “kebudayaan rasa malu”, yaitu ketakutan untuk tidak dapat memenuhi kewajiban atau keterkaitan pada kewajiban (Sukawarsini Djelantik, 2015:58-59). 

           Ini menjadi komparasi tersendiri terhadap negeri kita sendiri,  banyak cerminan untuk kita sama-sama melihat bahwa masih banyak anak cucu dari keturunan bangsa ini sebagian dari mereka belum dapat merasakan euforia dengan pendidikan formal maupun non formal, bahkan terbelakang dari sudut modernitas. yang sepantasnya ini adalah hak-hak yang harusnya terpenuhi   guna mengasah afektif, kognitif, dan psikomotorik anak cucu dari bangsa ini, namun lagi-lagi terkendala biaya administratif dan operasional. 

        Terlebih dunia pendidikan yang terlembagakan (formal) kian hari kian mencekik nafas bagaikan tamu dirumah sendiri. Yang mempunyai modal saja yang bisa merasakan euforianya. Saya harap sistem kapitalis ini jangan sampai masuk terlalu dalam didunia pendidikan yang segar ini, yang akan mengotori dalam proses pencarian pengatahuan dari ketidaktahuan dan keragu-raguan. 

         Ada banyak ribuan bahkan mungkin jutaan jiwa manusia yang dapat mengemban pendidikan disetiap tahunnya, bisakah kita membaginya kepada putra-putri bangsa ini dipelosok negeri ? Ditengah derasnya pengaruh sosial-budaya global, terdapat kecenderungan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai sosial-budaya lokal (local wisdom) mulai menurun. Budaya masyarakat yang mengedepankan solidaritas, toleransi, gotong- royong dan musyawarah sedikit banyaknya telah banyak ditinggalkan dan digantikan oleh nilai-nilai individualisme dan materialisme (Parulian Simamora, 2013:12) hanya segelintir yang tergerak nuraninya dalam persoalan kemelut negeri. 

           Perlu kita catat bersama bahwa bukan hanya hak saja yang harus terpenuhi namun juga kewajiban yang harus kita tunaikan bersama. Bukan hanya pemerintah/aparatur negara saja yang memiliki kewajiban, melainkan kita sebagai warga negara memiliki kewajiban yang sama, karena pemerintah dan warga negara harus berjalan sinergis dan linier untuk mencapai tujuan, cita-cita luhur negeri ini. 
        
         Banyak langkah kongkrit yang bisa kita lakukan sesuai potensi atau bidang masing-masing yang kita miliki, ini sangat berguna ketika kita peduli terhadap diri dan lingkungan kita. Harapan kini dan nanti adalah bagaimana semua elemen negara baik pemerintah dan warga negara secara sadar untuk sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa dengan potensi yang dimiliki, mari sama-sama kita ciptakan budaya malu dalam ruang-ruang tranformasi pengetahuan untuk merekonstruksi nilai-nilai yang diharapkan dan mengasah kesadaran-kesadaran yang sempat tumpul dan juga sempet terbutakan guna menghasilkan,mengembangkan, menjaga mutu/kualitas regenerasi bangsa.

Umpan-Umpan Kehaniefan



Terlalu dini untuk menari-nari. saat ini hujan masih deras, sederas kemarin.
Pelangi pun tak kunjung berbagi keindahannya
Serpihan demi serpihan mencari suaka keutuhan kemarin dan kini
Menuju pundi-pundi yang menyesatkan dan berujung berjalan dalam ketidaktahuan
Seperti keidiotan yang melekat bahkan semakin jauh dari tempat berlabuh
Seakan kehilangan selera untuk bersandar
Nampaknya Sang Kuasa Sang Penguasa akan selalu meniupkan kehaniefan pada setiap butir-butir senyawa