Sejak berdirinya 14 Rabiul awal 1366 H yang juga bertepatan pada tanggal 5 februari 1947, Wadah yang disebut sebagai kawah candradimuka yang bernamakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Lafran pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein dan 12 orang lainnya menjadi saksi bisu pencetus dan pemrakarsa sehimpun secita yang dikatakan menjadi organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia bahkan dikatakan juga salah satunya organisasi mahasiswa terbesar di Asia Tenggara yang memiliki kurang lebih 400.000-an kader yang menyebar kesuluruh pelosok negeri. Hal yang sangat mendasar dan objektif tentunya kondisi ruang dan waktu jualah yang mempengaruhi sosok founding fathers HMI untuk melahirkan organisasi ini. Dua tahun pasca kemerdekaan paling tidak tuntutan kondisi ruang dan waktu inilah yang menjadi awal mula pergolakan pemikiran para pendirinya
- Adanya kebutuhan penghayatan keagamaan dikalangan mahasiswa Islam yang sedang menuntut ilmu diperguruan tinggi, yang selama itu belum mereka nikmati sebagaimana mestinya. Karena pada umumnya mahasiswa-mahasiswa belum mafhum dan kurang mengamalkan ajaran agamanya sebagai akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat kala itu.
- Tuntutan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang ingin melepaskan diri dari colonialism
- .Adanya Sekolah Tinggi Islam (STI), sebagai ajang dan basis yang dijadikan wahana mewujudkan cita-cita untuk mengubah kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas berpenduduk Islam.
Kemudian HMI telah menggariskan suatu nilai perjuangan pemikiran yaitu ikut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia, serta mengembangkan ajaran Islam. Karena inilah hal-hal yang mendasar yang menjadikannya secara integral, barang tentu Kebangsaan, Kenegaraan (nasionalism) dan Keislaman (religiousm) sudah mendarah daging dalam setiap pergerakan, tindak tanduk dan kepeloporan (avant grade) HMI terhadap tingkat kompleksitas permasalahan Kebangsaan dan Keummatan. Perjalan panjang serta jam terbang yang kokoh yang dilalui HMI bukan perkara ringan untuk mempertahankan eksistensinya dalam dunia organisasi mahasiswa, organisasi kader dan organisasi perjuangan. Banyak tantangan dan problem yang dihadapi oleh HMI baik di lingkungan internal maupun eksternal di era modern ini.
Pada kongres di padang yang ke-16, Dr. Nucholish Madjid salah satu mantan Ketua Umum PB HMI, beliau mengatakan, tantangan yang dihadapi oleh HMI kini dan masa depan mampukah organisasi ini membawa kadernya dan para generasi muda untuk berpikir dan bekerja secara profesional. Karena akhir-akhir ini ada kesan HMI secara institusional terlalu kuat berorientasi dan mengarah kepada politik praktis, hingga melupakan studi profesional yang justru akan mampu menjawab persoalan bersama.
Bukankah ini merupakan salah satu yang bertentangan dan menyalahi tafsir tujuan HMI yang kita sebut dengan 5 kualitas insan cita salah satunya adalah insan akademis yang dituntut sanggup berdiri sendiri dengan lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan ilmu pilihannya (disiplin ilmu). Organisasi ini berdiri dengan sikap yang objektif, dengan tuntutan ruang dan waktu dikala itu sehingga menghadirkan prinsip-prinsip independensi dalam dinamikanya baik secara etis maupun organisatoris. Ini juga yang merupakan salah satu kekuatan dan menjadi kepribadian bagi HMI, yang sejatinya membentuk kader-kader HMI yang merdeka, menunjung tinggi objektifitas, integritas dan inklusif yang tentu harus selalu disinergiskan terhadap Islam sebagai azas HMI.
Syakieb Mahmud berpesan bahwa organisasi ini (HMI) bukan hanya orang orang yang beragama Islam saja tetapi harus mencerminkan nilai-nilai Keislaman karena dasar motivasi yang paling dalam bagi HMI adalah ajaran Islam. Islam harus masuk kedalam setiap rongga qalbu kader HMI bukan sekedar hafal namun mafhum, menghayati dan menikmati setiap denyut-denyut keislaman, tentu Islam yang moderat dan modern. Sesuai kebutuhan dan kondisi zaman yang datang silih berganti. Yang diharapkan HMI mampu menghasilkan Ulama yang Intelektual dan Intelektual yang Ulama sebagai Khalifah fiil ardh guna melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.
Tugas-tugas kemanusiaan inilah yang sangat selaras terhadap semangat Keindonesiaan yang tetap melekat dalam setiap insani kader HMI. Yang selalu berpegang teguh kepada kebeneran- kebenaran Ilahiyah (Hanief) dan keberpihakannya kepada kaum-kaum lemah nan tertindas (Mustad’afin). Kader-kader HMI dituntut bukan saja reaktif terhadap persoalan-persoalan kenegaraan melainkan proaktif dan solutif dengan melihat ke dalam (inward-looking) dan melihat keluar (outward-looking) untuk senantiasa mengarahkan kader-kader HMI kepada solidarity maker dan problem solver dalam mewujudkan “Masyarakat Adil Makmur Yang Di Ridhai Allah S.W.T.” sesuai tujuan bersama HMI.










