Translate

Rabu, 25 November 2015

Masyarakat Untuk Negeri

         Banyak ekspektasi yang ingin dicapai oleh negeri ini. Namun kompleksitas disetiap lini persoalan yang wajib kita tuntaskan bersama. Terutama hal yang paling fundamental dan krusial adalah masalah pendidikan. Menurut Prof. Mahmud Yunus yang dimaksud pendidikan adalah "Suatu usaha yang dengan sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan bertujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, jasmani, dan akhlak sehingga secara perlahan mengantarkan si terdidik kepada tujuan dan harapannya". 
            
         Pendidikan merupakan salah satu hak kita sebagai warga negara dan anak keturunan bangsa ini sesuai amanat Bab X A, Bab XIII Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bahwa negara yang maju peradabannya melalui proses ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan merupakan salah satu landasan guna menciptakan peradaban suatu bangsa dan negeri. yang sebenernya ilmu pengetahuan ini bisa didapat melalui proses pembelajaran yang terlembagakan (formal) maupun proses pembelajaran yang belum terlembagakan (non formal). 

     Kita bisa melihat bagaimana karakteristik dari bangsa Jepang misalnya, namun bukankah jepang mengalami keterpurukan pasca kekalahannya dalam perang dunia II pada tahun 1945 ? tetapi sejak 1960-an perekonomian jepang melalui sektor industri mampu menyerbu pasar internasional dan segera mendominasi pasar dunia. 

  • Pertama, Salah satu kekuatan dan kelebihan dari kebangkitan Jepang adalah yang terdapat pada sumber manusianya yang berasal dari warisan sistem pendidikannya. Sejak zaman Shogunat Tokugawa (pertengahan abad ke-19). Bahkan jauh sebelum perang, Jepang telah menjadi salah satu negara dengan fasilitas dan sistem pendidikan yang terbaik didunia. 

  • Kedua, budaya Kigyosenshi yang merupakan faktor pendukung lainnya atas kesiapan bangsa Jepang untuk membangun kembali negerinya. Ruth Benedict menafsirkan Kigyosenshi sebagai “kebudayaan rasa malu”, yaitu ketakutan untuk tidak dapat memenuhi kewajiban atau keterkaitan pada kewajiban (Sukawarsini Djelantik, 2015:58-59). 

           Ini menjadi komparasi tersendiri terhadap negeri kita sendiri,  banyak cerminan untuk kita sama-sama melihat bahwa masih banyak anak cucu dari keturunan bangsa ini sebagian dari mereka belum dapat merasakan euforia dengan pendidikan formal maupun non formal, bahkan terbelakang dari sudut modernitas. yang sepantasnya ini adalah hak-hak yang harusnya terpenuhi   guna mengasah afektif, kognitif, dan psikomotorik anak cucu dari bangsa ini, namun lagi-lagi terkendala biaya administratif dan operasional. 

        Terlebih dunia pendidikan yang terlembagakan (formal) kian hari kian mencekik nafas bagaikan tamu dirumah sendiri. Yang mempunyai modal saja yang bisa merasakan euforianya. Saya harap sistem kapitalis ini jangan sampai masuk terlalu dalam didunia pendidikan yang segar ini, yang akan mengotori dalam proses pencarian pengatahuan dari ketidaktahuan dan keragu-raguan. 

         Ada banyak ribuan bahkan mungkin jutaan jiwa manusia yang dapat mengemban pendidikan disetiap tahunnya, bisakah kita membaginya kepada putra-putri bangsa ini dipelosok negeri ? Ditengah derasnya pengaruh sosial-budaya global, terdapat kecenderungan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai sosial-budaya lokal (local wisdom) mulai menurun. Budaya masyarakat yang mengedepankan solidaritas, toleransi, gotong- royong dan musyawarah sedikit banyaknya telah banyak ditinggalkan dan digantikan oleh nilai-nilai individualisme dan materialisme (Parulian Simamora, 2013:12) hanya segelintir yang tergerak nuraninya dalam persoalan kemelut negeri. 

           Perlu kita catat bersama bahwa bukan hanya hak saja yang harus terpenuhi namun juga kewajiban yang harus kita tunaikan bersama. Bukan hanya pemerintah/aparatur negara saja yang memiliki kewajiban, melainkan kita sebagai warga negara memiliki kewajiban yang sama, karena pemerintah dan warga negara harus berjalan sinergis dan linier untuk mencapai tujuan, cita-cita luhur negeri ini. 
        
         Banyak langkah kongkrit yang bisa kita lakukan sesuai potensi atau bidang masing-masing yang kita miliki, ini sangat berguna ketika kita peduli terhadap diri dan lingkungan kita. Harapan kini dan nanti adalah bagaimana semua elemen negara baik pemerintah dan warga negara secara sadar untuk sama-sama mencerdaskan kehidupan bangsa dengan potensi yang dimiliki, mari sama-sama kita ciptakan budaya malu dalam ruang-ruang tranformasi pengetahuan untuk merekonstruksi nilai-nilai yang diharapkan dan mengasah kesadaran-kesadaran yang sempat tumpul dan juga sempet terbutakan guna menghasilkan,mengembangkan, menjaga mutu/kualitas regenerasi bangsa.

0 komentar:

Posting Komentar