Sumber : Georges A. Fauriol. 2013 ‘The Political Returns of Democratic Governance’. Journal of International Republican Institute, hlm. 1-16.
Review
ini akan membahas jurnal yang ditulis oleh Georges A. Fauriol pada tahun 2013 yang berjudul The Political Returns of Democratic
Governance melalui jurnal yang dihimpun oleh Journal of
International Republican Institute, kembalinya
pemerintahan politik demokrasi di Amerika Latin
Rangkuman.
Tulisan Georges A.
Fauriol ini membahas bagaimana peranan demokrasi dalam menciptakan tata kelola,
hubungan yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Dengan beragam contoh
kasus yang pernah terjadi mapun yang tengah berlangsung di wilayah Amerika
Latin. Kita bisa memahami bersama apa yang menjadi maksud dari Magna Charta
yang muncul pada tahun 1215 dan 1225. Dari fenomena ini adalah bagaimana
membatasi kekuasaan yang absolut dengan memperhatikan hak-hak dari berbagai
individu serta menghormati kemerdekaan dan kebebasan dari setiap individu
maupun kelompok yang ada[1].
Lima
abad kemudian, respon Amerika lahir dalam proses politik yang menggarisbawahi
gagasan revolusi melawan kekuasaan negara - dalam hal ini, kemerdekaan dari Kerajaan
Inggris. Namun konsepsi yang telah dimaknai ini kemudian mengalami kemunduran
di abad-21 yang diakhiri dengan kurangnya fokus yang signifikan dari
masyarakat terhadap pemerintah perihal interaksi yang efektif dan efesien.
Mengutip seorang birokrat Tiongkok yang menunjukkan bahwa “kita berada dalam
transisi dari negara besar menuju negara kecil dan dari masyarakat kecil menuju
masyarakat luas”[2].
Konteks pemerintahan kontemporer juga
mengasumsikan adanya hubungan kelembagaan yang memungkinkan bagi warga negara dan
pemerintah untuk berdialog mengenai prioritas tertentu. Dalam artian pengalaman
pemerintahan di Amerika
Latin yang baik tidak menjamin demokrasi. Meskipun pemerintah merupakan
komponen penting dalam demokrasi. Sebaliknya, realitas pemerintahan yang demokratis
dapat diterjemahkan ke dalam hal-hal yang justru inefisiensi atau lebih buruk.
Brazil dan Chile adalah salah satu contoh negara yang cukup kontras terhadap
transisi demokrasi. Jika Chile sejauh ini memiliki rekor terbaik, yang
berikutnya adalah Kosta Rika, Uruguay dan Panama meskipun ada beberapa halangan pada transisi menuju demokrasi. Definisi dari sistem pemerintahan
demokrasi adalah di mana warga negara atau masyarakat berpartisipasi dalam
perencanaan dan pengambilan keputusan yang transparan.
Menurut penelitian Mainwaring
dan Scully menyebutkan "Pemerintahan yang demokratis mengacu pada
kapasitas pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang menegakkan hak dan
kesejahteraan warga negara ataupun masyarakat"[3].
Yang menjadi tolak ukur dari beberapa penelitian dalam proses demokrasi adalah Level of democratic practice, Rule of law, Crime/security (of community
and of the individual citizen), Economic growth/jobs (unemployment), Education,
Poverty, Corruption[4].
Pembanding dan Analisis
Demokrasi
di abad 21 ini pun sering mernjadi trending
topic di forum-forum penting. Sejak tahun 1980-an, 33 rezim militer telah
digantikan oleh pemerintahan sipil, sementara 140 negara dari hampir 200 negara
sekarang sudah melakukan pemilihan umum multipartai[5]. Hampir semua negara telah mengklaim bahwa mereka bagian dari demokrasi. Hanya
beberapa negara seperti Korea Utara dan Kuba yang masih mempertahankan dirinya
bagian dari Sosialis maupun Komunis.
Namun proses demokratisasi di beberapa negara di Amerika
Latin kurang berjalan mulus. Jika di tarik secara historis sudah
selayaknya Amerika Serikat yang banyak menebarkan pengaruh soft power. Menurut Conway W. Henderson yang di maksud soft
power is capasity to persuade another actors to do something through influenze. Dimensi soft power yang dimaksud Conway W. Henderson beberapa diantaranya adalah ideology and culture, dalam hal ini pengaruh yang di pahami adalah terkait globalisasi demokrasi sebagai salah
satu basis filosofis (ideology) Amerika Serikat.
Tentu demokrasi ini tidak pernah menegasikan
kapitalisme sebagai partner ideologi di Amerika Serikat, karena kedua ideologi
dan tradisi inilah yang selalu bersandingan sekaligus beriringan dalam memengaruhi Amerika Serikat sejak pembentukannya. Kedua paham ini memiliki asal-usul yang sama, maka Kapitalisme dan Demokrasi menganut nilai-nilai yang sama pula, antara lain yang terutama ialah
komitmen terhadap kebebasan dan individualisme, pemerintah yang kekuasaannya
terbatas, persamaan perlakuan di mata hukum, dan cara-cara pengambilan keputusan secara
rasional- berbeda dengan cara-cara feodal atau yang semata-mata
tradisional[6].
Berangkat dari
kesamaan di antara keduanya kapitalisme modern dengan keuntungan pribadi yang
di peroleh semakin tak terbendung, cenderung menciptakan ketimpangan dalam
sumber daya sosial dan ekonomi yang sangat besar menyebabkan terjadinya
pelanggaran terhadap persamaan politik yang akan menciderai proses demokrasi[7]. Tanpa
bisa dipungkiri bahwa modernisasi dan kesejahteraan sebagai faktor pendukung bagi
kondusifnya demokratisasi, seperti tingkat baca, tulis dan pendidikan, pembangunan
media massa. Walaupun beberpa faktor ini bukan sebagai jawaban dari
kekondusifan demokrasi, tetapi juga ada hal lain yang harus betul-betul
diperhatikan seperti budaya politik, komitmen elite dan lain sebagainya[8].
Hal tersebutlah yang kemudian dapat menghasilkan efektivitas serta efesiensi dalam
proses demokratisasi dalam suatu negara. Memang benar bahwa menghasilkan
pemerintahan demokrasi cukup sulit dan membutuhkan usaha yang sustainable agar mencapai
hasil yang maksimal. Maka transisi yang tidak berjalan sempurna dapat membuahkan pola demokrasi yang rentan (uncosolidated democracy)
Kesimpulan
Hingga
akhirnya kesimpulan yang menguatkan perlunya memahami sebab-akibat bagaimana
lemahnya demokrasi di suatu negara terlebih dalam wilayah Amerika Latin. Kapitalisme dengan prinsipnya laissez-faire telah gagal dalam menciptakan
kemakmuran yang merata dan berimbas pada prinsip demokrasi yang egaliter, tentu
hal ini merupakan sumbangsih yang cukup besar.
David Held[9]
mengemukakan bahwa ketika anggota masyarakat menderita kekurangan gizi kronis
dan sakit-sakitan, partisipasi dalam persoalan-persoalan umum menjadi sulit
dipertahankan atau ketika penyakit merajalela, harapan atas demokrasi sejati
dalam masyarakat adalah suatu sikap naif. Martin Lipset[10]
menambahkan bahwa semakin kaya suatu bangsa, maka semakin besar peluang negara
tersebut untuk melangsungkan demokrasi.
Daftar Pusaka
Budi
Winarso, 200 s8. Sistem Politik Indonesia
Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo.
Dennis
M. Rosseau and Andrea Rivero, 2003. “Democracy, A Way of Organizing Knowledge
Economy”, Journal of Management Inquiry,
Vol. 12. No. 2 June 2003., hal. 115.
Georges A. Fauriol. 2013
‘The Political Returns of Democratic Governance’. Journal of International Republican Institute, hlm. 1.
Georg
Sorensen, 2003. Demokrasi dan
Demokratisasi: Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah.
Yogyakarta: CSS dan Pustaka Pelajar , hlm. 13.
Herbert Mc Closky & John Zaller.
1984. The American Ethos: Public Attitudes toward Capitalism and Democracy.
Massachusetts, USA: Harvard University Press.
Seymor
Martin Lipset, 1959. “Some Social Requisites of Democracy: Ekonomic Devlopment
and Political Legitimacy “, American
Political Science Review 53 (1959):75.
[1] Georges
A. Fauriol. 2013
‘The Political Returns of Democratic Governance’. Journal of International Republican Institute, hlm. 1
[2] Ibid. hlm. 3.
[3] Ibid. hlm. 6
[4] Ibid. hlm. 9
[5] Dennis M. Rosseau and Andrea
Rivero. 2003. “Democracy, A Way of Organizing Knowledge Economy”, Journal of Management Inquiry, Vol. 12.
No. 2 June 2003., hal. 115.
[6] Herbert
Mc Closky
& John Zaller. 1984. The
American Ethos: Public Attitudes toward Capitalism and Democracy.
Massachusetts, USA: Harvard University Press.
[7] Georg Sorensen. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan
Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah. Yogyakarta: CSS dan Pustaka
Pelajar, hlm. 13
[8] Budi Winarso, 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi.
Yogyakarta: Media Pressindo.
[9] Sorensen. Op. cit, hlm. 16.
[10] Seymor Martin Lipset. 1959. “Some
Social Requisites of Democracy: Ekonomic Devlopment and Political Legitimacy”, American
Political Science Review 53 (1959):75.














